Dukung santrilogy.com untuk terus menyebarkan ilmu pengetahuan 🫶 💝 Support

Bolehkah Membatalkan Puasa Qadha Ramadan?

Bagaimana sebenarnya hukum membatalkan puasa qodlo'? Berikut penjelasannya menurut para ulama.
Thumbnail Bahtsul Masail

Deskripsi Masalah

Dalam praktik ibadah puasa, sering kali seorang Muslim menunda qadha puasa Ramadan hingga suatu waktu yang longgar. Namun dalam pelaksanaannya, bisa jadi seseorang telah memulai puasa qadha lalu merasa ingin membatalkannya karena alasan non-darurat. Timbul pertanyaan: apakah seseorang diperbolehkan membatalkan puasa qadha setelah ia mulai menjalankannya, terutama bila qadha tersebut dilakukan dalam waktu yang tidak mendesak?

Dalam mazhab Syafi‘i, kewajiban mengqadha puasa Ramadan terbagi menjadi dua bentuk:

  • Qadha yang wajib segera (على الفور): yaitu ketika seseorang menunda qadha tanpa uzur hingga mendekati Ramadan berikutnya, sehingga penundaan itu dihukumi maksiat. Maka dalam kondisi ini, ia wajib segera menunaikan qadha, dan tidak boleh membatalkannya jika sudah mulai puasa.
  • Qadha yang boleh ditunda (على التراخي): yaitu ketika seseorang belum mengqadha tetapi masih dalam waktu yang longgar dan tidak berdosa atas penundaannya — misalnya, karena masih dalam bulan Syawal hingga Sya‘ban dan belum ada kesulitan mengqadha. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat: apakah puasa qadha yang sudah dimulai masih boleh dibatalkan atau tidak.

Perbedaan hukum antara dua kondisi ini menunjukkan bahwa niat dan waktu pelaksanaan qadha memiliki pengaruh pada kewajiban menyempurnakan puasa yang telah dimulai.

Pertanyaan

Jika seseorang memulai puasa qadha Ramadan, bolehkah ia membatalkannya sebelum selesai? Apakah hukumnya berbeda jika qadha tersebut wajib dilakukan segera (faur) atau boleh ditunda (taraqī)?

Jawaban

Menurut penjelasan Imam ar-Rāfiʿī (dalam al-Majmūʿ karya an-Nawawī), apabila seseorang telah memulai puasa qadha Ramadan, maka terdapat perincian hukum:

  • Jika qadha wajib dilakukan segera (faur), maka tidak boleh membatalkannya.
  • Jika qadha boleh ditunda (taraqī), maka ada dua pendapat:
    • Pendapat pertama (boleh membatalkan): Ini dikatakan oleh al-Qaffāl, dan dikuatkan oleh al-Ghazālī, al-Baghawī, dan sebagian ulama.
    • Pendapat kedua (lebih kuat): tidak boleh membatalkan, karena sudah terlanjur memasuki ibadah fardhu, maka wajib disempurnakan — sebagaimana orang yang sudah mulai salat di awal waktu.

Referensi

وقال الرافعي في باب أول صوم التطوع: لو شرع في صوم قضاء رمضان فإن كان القضاء على الفور لم يجز الخروج منه، وإن كان على التراخي فوجهان:

Ar-Rāfiʿī berkata dalam Bab Awal Puasa Sunnah: Jika seseorang memulai puasa qadha Ramadan, maka jika qadhanya wajib dilakukan segera (faur), tidak diperbolehkan membatalkannya. Namun jika qadhanya boleh ditunda (taraqī), maka terdapat dua pendapat:

(أحدهما) يجوز، قاله القفال وقطع الغزالي والبغوي وطائفة، (وأصحهما): لا يجوز، وهو المنصوص في الأم، وبه قطع الروياني في الحلية، وهو مقتضى كلام الأكثرين: لأنه تلبس بالفرض، ولا عذر قطعه، فلزمه إتمامه، كما لو شرع في الصلاة في أول الوقت.

(Pendapat pertama): Boleh membatalkan — dikatakan oleh al-Qaffāl dan ditegaskan oleh al-Ghazālī, al-Baghawī, dan lainnya. (Pendapat paling shahih): Tidak boleh, sebagaimana ditegaskan dalam al-Umm (karya Imam Syafi‘i), dan juga oleh ar-Ruyānī dalam al-Ḥilyah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, karena telah memasuki ibadah fardhu tanpa uzur, maka wajib menyempurnakannya, sebagaimana orang yang memulai salat di awal waktu.

قال: وأما صوم الكفارة، فما لزم بسبب محرم، فهو كالقضاء الذي على الفور، وما لزم بسبب غير محرم، كقتل الخطإ، فكالقضاء الذي على التراخي، وكذا النذر المطلق.

Beliau juga berkata: Adapun puasa kafarat, jika wajib karena sebab maksiat (seperti zihar atau sumpah palsu), maka hukumnya seperti qadha yang wajib segera. Tapi jika sebabnya bukan maksiat seperti membunuh tanpa sengaja, maka hukumnya seperti qadha yang boleh ditunda. Begitu juga dengan nazar yang tidak ditentukan waktunya.

قال: وهذا كله مبني على المذهب، وهو انقسام القضاء إلى واجب على الفور، وهو ما عصي بتأخيره، وإلى واجب على التراخي، وهو ما لم يُعص بتأخيره. ولنا وجه: أن القضاء على التراخي مطلقاً.

Semuanya ini dibangun atas dasar mazhab, yaitu bahwa qadha terbagi menjadi dua: wajib segera (faur), yaitu qadha yang ditunda secara berdosa; dan wajib ditunda (taraqī), yaitu qadha yang boleh ditunda tanpa dosa. Ada juga pendapat bahwa seluruh qadha itu pada dasarnya boleh ditunda secara mutlak.

(Al-Majmūʿ Syarḥ al-Muhadzdzab, jilid 2 halaman 363)

Kesimpulan

Apabila seseorang sudah memulai puasa qadha, maka tidak boleh membatalkannya, menurut pendapat yang paling kuat dalam mazhab Syafi‘i — terutama jika qadha itu sudah mendekati akhir waktu dan wajib dilakukan segera. Hal ini didasarkan pada analogi dengan salat: begitu seseorang masuk dalam ibadah fardhu, maka tidak boleh membatalkannya tanpa uzur syar‘i.

Namun, jika qadha itu masih dalam waktu longgar (boleh ditunda), sebagian ulama membolehkan membatalkannya, meskipun pendapat yang lebih kuat tetap melarang pembatalan setelah dimulai, untuk menjaga kehormatan ibadah wajib yang telah dilaksanakan.

Wallāhu aʿlam.

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.