Pertanyaan
Apakah disunnahkan memperbarui (تجديد) wudhu dan mandi (ghusl) ketika seseorang masih dalam keadaan suci? Apakah keduanya memiliki hukum yang sama menurut mazhab Syafi‘i?Jawaban
(تحفة المحتاج ١ / ٢٨٢)
«وَلَا يُسَنُّ تَجْدِيدُهُ أَيْ الْغُسْلِ لِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ وَلِمَا فِيهِ مِنْ الْمَشَقَّةِ، وَكَذَا التَّيَمُّمُ، بِخِلَافِ الْوُضُوءِ يُسَنُّ تَجْدِيدُهُ وَلَوْ لِمَاسِحِ الْخُفِّ، لِأَنَّ التَّجْدِيدَ كَانَ يَجِبُ لِكُلِّ صَلَاةٍ، فَلَمَّا نُسِخَ وُجُوبُهُ بَقِيَ أَصْلُ طَلَبِهِ.»
“Tidak disunnahkan memperbarui mandi (ghusl), karena tidak ada riwayat yang menunjukkan anjurannya dan mengandung kesulitan, demikian pula tayammum. Berbeda dengan wudhu, disunnahkan memperbaruinya, sekalipun bagi orang yang mengusap khuf, sebab tajdīd wudhu dahulu diwajibkan untuk setiap shalat. Setelah kewajiban itu dihapus, anjurannya tetap berlaku.”
(نهاية المحتاج ١ / ٢٢٨)
«وَلَا يُسَنُّ تَجْدِيدُ الْغُسْلِ لِعَدَمِ وُرُودِهِ وَمَا فِيهِ مِنَ الْحَرَجِ، بِخِلَافِ الْوُضُوءِ فَيُسَنُّ تَجْدِيدُهُ إِذَا صَلَّى بِالْأَوَّلِ صَلَاةً مَا، وَلَوْ رَكْعَةً، فَإِنْ جَدَّدَهُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ بِهِ، كُرِهَ تَنْزِيهًا لَا تَحْرِيمًا.»
“Tidak disunnahkan memperbarui mandi karena tidak ada dalil dan terdapat kesulitan di dalamnya. Berbeda dengan wudhu, disunnahkan memperbaruinya setelah wudhu pertama digunakan untuk satu shalat, meskipun hanya satu rakaat. Namun bila seseorang memperbarui wudhu sebelum sempat shalat dengannya, maka hukumnya makruh tanzīh (makruh ringan), bukan haram.”
    