Pertanyaan
Apa hukum menulis lafaz Al-Qur’an (ayat/surat/atau sebagian ayat) dengan huruf Latin? Apakah boleh dijadikan pengganti mushaf atau dipakai untuk tilawah/ibadah? Bagaimana kedudukannya bila dipakai sebagai transliterasi untuk memudahkan pemula belajar membaca? Apa perbedaan antara menyalin lafaz Al-Qur’an dengan huruf Latin dan menulis terjemah makna?
Jawaban
Dalam kerangka mazhab Syafi‘i, menulis lafaz Al-Qur’an dengan huruf selain Arab (termasuk Latin) adalah haram. Dalilnya antara lain nash dalam Fathul Mu‘īn yang menegaskan larangan menuliskan Al-Qur’an dengan huruf ‘ajamiyyah (non-Arab):
  «ويحرم تمكين غير المميز من نحو مصحف ولو بعض آية وكتابته بالعجمية»
Terjemah: “Haram membiarkan (memungkinkan) anak yang belum mumayyiz memegang mushaf atau yang semisalnya, sekalipun hanya (tertulis) sebagian ayat; dan (haram pula) menuliskannya dengan huruf non-Arab (‘ajamiyyah).” (Fathul Mu‘īn, h. 9)
Larangan ini didasari beberapa pertimbangan pokok:
- Penjagaan lafaz (ḥifẓ al-lafẓ): huruf non-Arab tidak sepenuhnya memadai untuk menangkap makhraj, sifat huruf, panjang-pendek (mad), dan penebalan-penipisan (tafkhīm/tarqīq) sehingga berisiko menimbulkan tahrīf (distorsi bunyi/lafaz).
 - Standarisasi mushaf (rasm ‘Utsmānī): mushaf otoritatif umat ditulis dengan huruf Arab; mengganti huruf mengaburkan batas antara naskah Qur’ani dan teks bantu.
 - Adab memuliakan Al-Qur’an (ta‘ẓīm): menjaga bentuk penulisan asli merupakan bagian dari syi‘ar dan adab terhadap Kalamullah.
 
Batasan dan Rincian Hukum
- 
    
Yang diharamkan: menulis lafaz Al-Qur’an (ayat/surat/atau sebagian ayat) dengan huruf Latin (atau huruf non-Arab lainnya) — terlebih bila diposisikan sebagai pengganti mushaf atau dipakai untuk tilawah/ibadah.
 - 
    
Yang dibolehkan:
- Menulis terjemah makna Al-Qur’an dalam bahasa apa pun dengan huruf apa pun (Latin, dll.), sebab terjemah ≠ Al-Qur’an; ia menjelaskan makna, bukan menggantikan lafaz Qur’ani.
 - Transliterasi ilmiah atas istilah Arab (bukan menyalin ayat) untuk kepentingan kajian/filologi.
 
 
Tentang Transliterasi Latin untuk Belajar
Dalam praktik pendidikan, transliterasi kadang dipakai sebagai alat bantu awal untuk melafalkan bacaan:
- Boleh sebagai bantuan sementara, dengan syarat tidak menggantikan teks Arab, dipisahkan jelas dari mushaf dan blok ayat, serta tidak digunakan untuk tilawah dalam ibadah.
 - Fokus utama tetap pada pembelajaran huruf Arab, tajwīd, dan makhraj bersama guru, agar ketergantungan pada transliterasi segera ditinggalkan.
 
Implikasi Praktis
- Pendidikan (TPQ/madrasah/pesantren):
    
- Primasi teks Arab dalam seluruh kegiatan tilawah.
 - Jika transliterasi dipakai, tempatkan di luar naskah ayat, beri label tegas sebagai alat bantu.
 
 - Penerbitan & Media:
    
- Saat mengutip ayat, tampilkan teks Arab apa adanya; sediakan terjemah dan tafsir untuk pemahaman.
 - Hindari memproduksi “mushaf Latin” atau materi publik yang menyalin lafaz ayat dalam huruf Latin sebagai pengganti huruf Arab.
 
 - Platform digital & aplikasi:
    
- Bedakan secara visual antara teks Qur’ani (huruf Arab dengan dukungan harakat/rasm) dan materi bantu (terjemah, catatan bunyi).
 - Fitur audio tartīl, penyorotan kata-demi-kata, dan kamus tajwīd lebih edukatif daripada mengganti huruf ayat.
 
 
Ringkasnya
Menulis lafaz Al-Qur’an dengan huruf Latin haram; menulis terjemah makna dengan huruf Latin boleh. Transliterasi Latin — jika sangat diperlukan — cukup sebagai alat bantu sementara, bukan pengganti untuk tilawah/ibadah, dan harus dipisahkan jelas dari teks mushaf.
Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb.
Semoga Allah meneguhkan kita untuk memuliakan Al-Qur’an dengan adab yang benar: setia pada huruf Arab untuk lafaznya, serta memanfaatkan terjemah/tafsir demi pemahaman yang lurus.
Daftar Rujukan
- Fathul Mu‘īn, h. 9 (teks: «…وكتابته بالعجمية»).
 - Literatur adab Al-Qur’an dan pembahasan rasm ‘Utsmānī sebagai standar penulisan mushaf (rujukan pelengkap dalam kajian).