Ruang Baca
Literatur Islam

Menghidupkan kembali kitab kuning
dalam ruang baca yang terbuka untuk semua.

Mulai Membaca
Ilustrasi Ruang Baca

Hukum Menulis Al-Qur'an dengan Tulisan Latin (Non-Arab)

Ilustrasi Mushaf Al-Qur'an
Ilustrasi Mushaf Al-Qur'an. Sumber: Pixabay

Pertanyaan

Apa hukum menulis lafaz Al-Qur’an (ayat/surat/atau sebagian ayat) dengan huruf Latin? Apakah boleh dijadikan pengganti mushaf atau dipakai untuk tilawah/ibadah? Bagaimana kedudukannya bila dipakai sebagai transliterasi untuk memudahkan pemula belajar membaca? Apa perbedaan antara menyalin lafaz Al-Qur’an dengan huruf Latin dan menulis terjemah makna?

Jawaban

Dalam kerangka mazhab Syafi‘i, menulis lafaz Al-Qur’an dengan huruf selain Arab (termasuk Latin) adalah haram. Dalilnya antara lain nash dalam Fathul Mu‘īn yang menegaskan larangan menuliskan Al-Qur’an dengan huruf ‘ajamiyyah (non-Arab):

«ويحرم تمكين غير المميز من نحو مصحف ولو بعض آية وكتابته بالعجمية»

Terjemah: “Haram membiarkan (memungkinkan) anak yang belum mumayyiz memegang mushaf atau yang semisalnya, sekalipun hanya (tertulis) sebagian ayat; dan (haram pula) menuliskannya dengan huruf non-Arab (‘ajamiyyah).” (Fathul Mu‘īn, h. 9)

Larangan ini didasari beberapa pertimbangan pokok:

  1. Penjagaan lafaz (ḥifẓ al-lafẓ): huruf non-Arab tidak sepenuhnya memadai untuk menangkap makhraj, sifat huruf, panjang-pendek (mad), dan penebalan-penipisan (tafkhīm/tarqīq) sehingga berisiko menimbulkan tahrīf (distorsi bunyi/lafaz).
  2. Standarisasi mushaf (rasm ‘Utsmānī): mushaf otoritatif umat ditulis dengan huruf Arab; mengganti huruf mengaburkan batas antara naskah Qur’ani dan teks bantu.
  3. Adab memuliakan Al-Qur’an (ta‘ẓīm): menjaga bentuk penulisan asli merupakan bagian dari syi‘ar dan adab terhadap Kalamullah.

Batasan dan Rincian Hukum

  • Yang diharamkan: menulis lafaz Al-Qur’an (ayat/surat/atau sebagian ayat) dengan huruf Latin (atau huruf non-Arab lainnya) — terlebih bila diposisikan sebagai pengganti mushaf atau dipakai untuk tilawah/ibadah.

  • Yang dibolehkan:

    1. Menulis terjemah makna Al-Qur’an dalam bahasa apa pun dengan huruf apa pun (Latin, dll.), sebab terjemah ≠ Al-Qur’an; ia menjelaskan makna, bukan menggantikan lafaz Qur’ani.
    2. Transliterasi ilmiah atas istilah Arab (bukan menyalin ayat) untuk kepentingan kajian/filologi.

Tentang Transliterasi Latin untuk Belajar

Dalam praktik pendidikan, transliterasi kadang dipakai sebagai alat bantu awal untuk melafalkan bacaan:

  • Boleh sebagai bantuan sementara, dengan syarat tidak menggantikan teks Arab, dipisahkan jelas dari mushaf dan blok ayat, serta tidak digunakan untuk tilawah dalam ibadah.
  • Fokus utama tetap pada pembelajaran huruf Arab, tajwīd, dan makhraj bersama guru, agar ketergantungan pada transliterasi segera ditinggalkan.

Implikasi Praktis

  1. Pendidikan (TPQ/madrasah/pesantren):
    • Primasi teks Arab dalam seluruh kegiatan tilawah.
    • Jika transliterasi dipakai, tempatkan di luar naskah ayat, beri label tegas sebagai alat bantu.
  2. Penerbitan & Media:
    • Saat mengutip ayat, tampilkan teks Arab apa adanya; sediakan terjemah dan tafsir untuk pemahaman.
    • Hindari memproduksi “mushaf Latin” atau materi publik yang menyalin lafaz ayat dalam huruf Latin sebagai pengganti huruf Arab.
  3. Platform digital & aplikasi:
    • Bedakan secara visual antara teks Qur’ani (huruf Arab dengan dukungan harakat/rasm) dan materi bantu (terjemah, catatan bunyi).
    • Fitur audio tartīl, penyorotan kata-demi-kata, dan kamus tajwīd lebih edukatif daripada mengganti huruf ayat.

Ringkasnya

Menulis lafaz Al-Qur’an dengan huruf Latin haram; menulis terjemah makna dengan huruf Latin boleh. Transliterasi Latin — jika sangat diperlukan — cukup sebagai alat bantu sementara, bukan pengganti untuk tilawah/ibadah, dan harus dipisahkan jelas dari teks mushaf.

Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb.
Semoga Allah meneguhkan kita untuk memuliakan Al-Qur’an dengan adab yang benar: setia pada huruf Arab untuk lafaznya, serta memanfaatkan terjemah/tafsir demi pemahaman yang lurus.

Daftar Rujukan

  1. Fathul Mu‘īn, h. 9 (teks: «…وكتابته بالعجمية»).
  2. Literatur adab Al-Qur’an dan pembahasan rasm ‘Utsmānī sebagai standar penulisan mushaf (rujukan pelengkap dalam kajian).

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak!