Ruang Baca
Literatur Islam

Menghidupkan kembali kitab kuning
dalam ruang baca yang terbuka untuk semua.

Mulai Membaca
Ilustrasi Ruang Baca

Menghitung Zakat yang Harus Dibayar Anggota DPR RI

Panduan zakat profesi anggota DPR RI 2025: pengertian, hukum, nisab, dan contoh perhitungan tahunan menurut syariat Islam.
Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap transparansi pendapatan pejabat negara, zakat profesi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi lebih dari sekadar kewajiban syar’i. Ia adalah cermin moral, simbol kejujuran, dan ukuran sejauh mana pejabat publik menempatkan amanah di atas fasilitas duniawi.

Setelah pemerintah menetapkan pemangkasan tunjangan perumahan efektif sejak 31 Agustus 2025, total penghasilan bruto anggota DPR kini berkisar Rp 65 juta per bulan. Angka ini bukan hanya nominal di slip gaji, melainkan potret tanggung jawab sosial yang melekat pada setiap rupiah yang diterima. Karena di balik angka itu, ada hak orang lain — yang menanti disucikan melalui zakat.

Data resmi menunjukkan bahwa setelah pemangkasan tunjangan perumahan, total penghasilan tahunan anggota DPR sekitar Rp 780 juta. (KF/Santrilogy)

Zakat Profesi: Dari Gaji ke Amanah

Zakat profesi termasuk dalam kategori zakat al-mal al-mustafād — zakat atas harta yang diperoleh melalui profesi atau jabatan. Meski istilah ini tidak ditemukan dalam kitab fiqh klasik, para ulama modern bersepakat bahwa semangat zakat meliputi seluruh penghasilan halal yang berkembang.

Syaikh Muhammad al-Ghazali, seorang pemikir Mesir terkemuka, menegaskan bahwa penghasilan seorang profesional yang nilainya tidak kurang dari hasil panen petani wajib dizakati. Ia berkata:
“Sesungguhnya orang yang pemasukkannya tidak kurang dari petani yang diwajibkan zakat, maka ia wajib mengeluarkan zakat. Karenanya, dokter, pengacara, insinyur, pengrajin, pekerja profesional, karyawan, dan sejenisnya, wajib zakat atas mereka.” (al-Ghazali, al-Islam wa Awdla‘unā al-Iqtiṣādiyyah, Mesir, Dār an-Nahḍah, I/118).
Analogi yang diambil al-Ghazali sangat logis: jika petani yang penghasilannya sederhana saja wajib zakat atas hasil tanamannya, maka mereka yang berpenghasilan lebih tinggi — seperti pejabat publik — lebih pantas menunaikan zakat atas pendapatannya.

Pandangan ini sejalan dengan firman Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
— (QS. Al-Baqarah [2]: 267)

Dasar Hukum dan Fatwa Ulama

Ulama besar lainnya, Dr. Yusuf al-Qardhawi, menyebut bahwa zakat gaji merupakan bentuk zakat atas mal mustafad (harta yang diperoleh dengan cara baru yang halal). Dalam Fiqh az-Zakah, beliau menulis:
“Zakat diambil dari gaji atau sejenisnya, dan dasar fiqhnya yang sahih adalah bahwa penghasilan itu termasuk mal mustafad.” (al-Qardhawi, Fiqh az-Zakāh, Beirut, Mu’assasah ar-Risālah, 1983, I/490).
Beliau juga menegaskan bahwa penghasilan profesi modern seperti gaji pegawai, dokter, pengacara, dan pejabat publik tidak disyaratkan menunggu haul (satu tahun) sebagaimana zakat ternak atau perdagangan. Zakatnya dapat dikeluarkan saat menerima penghasilan, selama total pendapatan bersih tahunan telah mencapai nisab setara 85 gram emas.

Pendekatan ini diadopsi dalam Fatwa DSN-MUI No. 07/2000 dan No. 3/2003, yang menetapkan bahwa zakat profesi wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang memperoleh penghasilan halal dan telah mencapai nisab.

Nisab dan Dasar Perhitungan Tahunan

Nisab zakat profesi disetarakan dengan zakat emas, yakni 85 gram emas murni. Berdasarkan harga emas Antam per 19 Oktober 2025 (Rp 2.671.000/gram), maka nisab zakat profesi adalah Rp 227.035.000 per tahun.

Jika penghasilan bersih seorang anggota DPR selama satu tahun melebihi nilai tersebut, maka wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan pokok (nafkah keluarga, pendidikan anak, perumahan, dan tanggungan wajib).

Selain itu, syarat diwajibkannya zakat profesi adalah: 
  1.  Muslim
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Mencapai nisab (sebagaimana dijelaskan djatas)
  5. Mencapai Haul (satu tahun kalender hijriyah)

Contoh Perhitungan Tahunan

Data resmi menunjukkan bahwa setelah pemangkasan tunjangan perumahan, total penghasilan tahunan anggota DPR sekitar Rp 780 juta. Dengan estimasi pengeluaran dasar keluarga sebesar Rp 180 juta per tahun, maka sisa penghasilan bersih mencapai Rp 600 juta.

Maka zakat yang wajib dibayarkan:
Zakat = 2,5% × Rp 600.000.000 = Rp 15.000.000 per tahun.
Sementara untuk Ketua DPR, dengan penghasilan tahunan sekitar Rp 840 juta, setelah dikurangi kebutuhan dasar Rp 180 juta, zakatnya adalah:
Zakat = 2,5% × Rp 660.000.000 = Rp 16.500.000 per tahun.
Jumlah ini tentu jauh melampaui nisab, dan dapat disalurkan melalui BAZNAS atau Unit Pengumpul Zakat DPR RI, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral lembaga kepada publik.

Realitasnya, zakat bukan sekadar ibadah individual, melainkan instrumen keadilan sosial. Ia mengubah kekuasaan menjadi pelayanan, dan menjadikan kekayaan sebagai jalan keberkahan.

Jika seluruh anggota DPR yang beragama islam menunaikan zakat profesi dengan rata-rata Rp 15 juta per tahun, potensi dana zakat mencapai perkiraan Rp 7-8 miliar — bisa disalurkan untuk membantu mensejahterakan masyarakat yang kurang mampu. 

Dalam konteks ini, zakat menjadi bentuk soft accountability — akuntabilitas spiritual yang melengkapi akuntabilitas publik.

Sebagai penutup, ada sebuah kutipan yang sangat menarik dari hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
“Zakat tidak akan mengurangi harta sedikit pun, tetapi menambah keberkahannya.”



Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak!